Wisata Air Krueng Aceh

Wisata Air Krueng Aceh.

Memperindah Kota, Membuka Peluang Ekonomi Masyarakat

 

Suasana Banda Aceh, Rabu sore kemarin terlihat sedikit sepi. Suhu udara yang cukup panas, sekitar 34 derajat celcius, membuat wargakota enggan untuk keluar rumah. Tapi kondisi ini bertolak belakang dengan suasana di bantaran Krueng Aceh, tepatnya di ujung jembatan Berawe.

            Puluhan kendaraan roda dua berjajar rapi disepanjang trotoar jalan Kuta Alam. Sementara belasan orang terlihat duduk santai di kursi taman yang tersedia di lokasi tersebut. Rindangnya pepohonan yang berada di lokasi tersebut membuat suasana taman tersebut jauh lebih teduh dan sejuk.

            Beberapa pemuda, pedagang di lokasi tersebut, terlihat sibuk menata bangku dan meja mini di bibir pantai Krueng Aceh. beberapabangku telah terisi, termasuk yang ditata diatas dermaga yang sengaja dibangun diatas aliran sungai. Ada empat wanita muda dengan seragam ungu asyik bercerita. Sementara disudut sebelah barat, terlihat tiga pria dan seorang wanita menikmati suasana.

Seorang wanita paruh baya, belakangan diketahui bernama Nurani, 53 tahun, sibuk mondar-mandir, antara pintu masuk dan bangku taman, sambil menenteng botol minuman ringan. Sesekali wanita ini membawa baki berisi dua atau tiga mangkuk bakso.

            Nuraini, pedagang bakso gerobak ini mangkal di sebelah kanan pintu masuk taman, sejak hampir tiga bulan lalu. Wanita beranak empat asal Sigli yang telah belasan tahun bermukim di Lambhuk ini mengaku, usaha sebagai pedagang bakso ini telah dijalaninya sejak beberapa tahun lalu. Sementara suaminya hanya berprofesi sebagai tukang becak.

            Sebelumya, Nuraini menggelar gerobak baksonya di kawasan Kuta Alam. Namun karena lokasinya yang tidak strategis serta pengunjung yang kurang, penghasilan yang diperolehnya jauh dari kata cukup. Tak jarang dia harus mengurut dada karena dagangannya tak laku.

            “Lebih banyak ruginya. Makanya lebih sering saya mangkir tidak jualan, karena modal habis,” katanya, Rabu sore 23 Juli kemarin kepada Rajapost, yang menemuinya di kawasan Taman Krueng Aceh Beurawe.

Nuraini yang biasanya berdagang dibantu suami mengaku sempat frustasi dan “menggudangkan” gerobaknya. Namun ketika pembangunan taman Krueng Aceh Beurawe selesai, empat bulan lalu, serta banyaknya pengunjung ke taman tersebut, membuat semangatnya kembali bangkit.

Dengan modal semangat, Nuraini kembali mendorong gerobak baksonya dan mangkal tepat di sisi pintu masuk taman.

“Alhamdulillah, rata-rata setiap haribisa dapat untung bersih Rp.30.000,-,” katan wanita yang menggelar dagangannya di lokasi tersebut hingga pukul 22.00 WIB.

Hal sama disampaikan Apit, 25 tahun,  pedagang roti bakar dengan merk dagang “Dermaga Burger”, yang juga menggelar dagangannya di lokasi tersebut. Lelaki yang masih lajang ini mengaku malu menjadi pengangguran dan lebih memilih menjadi pedagang roti bakar.

“Awalnya kami menggelar dagangan di kawasan Simpang Lima. Namun karena sepi dan lebih sering rugi, kami memilih pindah ke lokasi ini sejak tiga bulan lalu,” kata Apit, didampingi beberapa pedagang lainnya, yang menggelar gerobaknya berdekatan dengan Dermaga Burger.

Apit mengaku penghasilan yang mereka peroleh selama berdagang di lokasi Taman Krueng Acehini jauh lebih baik dari sebelumnya. Rata-rata perhari, katanya, mereka bisa meraih penghasilan kotor Rp.300.000,- “Jauh lebih menguntungkan dari sebelumnya,” katanya.

Meski memperoleh penghasilan yang jauh lebih baik dari sebelumnya, namun Apit maupun Nurani mengeluhkan masih belum menyalanya lampu di taman tersebut. “Terpaksa pakai lilin,” kata Nurani, yang diiyakan Apit.

Memang awal-awalnya lampu di lokasi tersebut dinyalakan. Namun sejak dua bulan belakangan ini, lampu taman tidak lagi dinyalakan. “Selain kami yang kegelapan, pembeli dan pengunjung yang datang juga kegelapan,” kata Apit.

                                                *****

Fasilitas yang kurang memadai di lokasi wisata kota Banda Aceh ini juga diakui Yuri, 24 tahun, karyawan sebuah perusahaan swasta di Banda Aceh, yang baru pertama datang ke taman tersebut.

“Kalau pergi kerja lihat lokasi ini sepertinya kok enak untuk duduk-duduk. Makanya sore ini bersama teman-teman kami sempatkan untuk mengunjunginya,” kata Yuri, yang datang bersama tiga temannya.

Dikatakannya, keberadaan taman tersebut menjadi sarana baru bagi warga kota untuk melepas lelah sepulang kerja, baik bersama teman maupun keluarga. Namun perlu ada penataan dan pengelolaan yang lebih baik dan profesional.

“Yang paling penting, pengunjung dan pengelola lokasi ini bisa menjaga lokasi wisata keluarga ini menjadi lokasi wisata yang positif, dan dapat menghindari hal-hal yang positif. Makanya lampu harus dinyalakan, agar terhindar dari niat segelintir orang untuk berbuat hal yang dilarang agama. Kalau sudah untuk tempat berduaan akan jadi jelek,” katanya.

Selain itu, Yuri juga mengingatkan pengelola untuk bisa menambah sarana dan prasarana di lokasi tersebut, seperti perahu wisata, dan peningkatan mutu panganan yang dijajakan, serta harus lebih beragam. “Tapi memang ini masih baru, jadi masih kurang lengkap,” katanya.

Jika pengelolaannya baik dan fasilitasnya lengkap, tambah Yuri, tidak tertutup kemungkinan taman ini akan dijadikan prioritas Yuri dan teman-temannya untuk dikunjungi. “Selain dekat, bisa sekali jalan sambil pulang kantor,” katanya.

Selain membuka peluang bagi pengusaha kelas bawah, keberadaan taman tersebut juga membuka peluang baru bagi warga sekitar, khususnya pemuda. Paling tidak mereka bisa memanfaatkan lahan parkir di lokasi tersebut sebagai sumber pemasukan kas pemda setempat. Selain itu, keberadaan pedagang dan pengelola parkir ini juga menjadi sumber baru bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Banda Aceh.

                                                *****

 

 

Membangun Ekonomi Rakyat

 

Membangun taman wisata kuliner Krueng Aceh, ternyata bukan hanya untuk memperindah pemandangan Banda Aceh sebagai ibukota provinsi, tapi ternyata jauh lebih luas lagi, yakni memberi peluang untuk menggeliatnya kembali perekonomian masyarakat, terutama mereka yang berprofesi sebagai pedagang kecil.

            Setidaknya itulah awal dari maksud dan tujuan lahirnya usulan untuk membangun kawasan wisata kuliner dan air Krueng Aceh, yang diajukan Pemko Banda Aceh kepada Sektor Usaha BRR, melalui Satker BRR Pemberdayaan Ekonomi dan Pengembangan Usaha Wilayah I.

            Usulan tersebut mendapat anggapan positif dengan dikerjakannya proyek Plasa Wisata Kuliner di kawasan Lamnyong, Banda Aceh, oleh CV Puri Agronomi & Co, melalui kontrak kerja No:0018/SPP/BRR.888926.04/IX/2007, September 2007, dengan nilai konrak sebesar Rp.1.457.001.000,-dan harus selesai Desember 2007.

            Sementara untuk proyek Taman Wisata dan Kuliner Krueng Aceh, yang dibangun di kawasan Kedah, tepatnya di depan terminal APK Kedah dan di Kuta Alam, tepatnya di taman ujung jembatan Beurawe, BRR menganggarkan dana sebesar Rp.1.345.959.000,-dam dikerjakanoleh PT Mutiara Lestari Raya.

            “Kedua proyek tersebut telah kita serahkan ke Pemko Banda Aceh. masing-masing tanggal 19 dan 26 Pebruari 2008 lalu, untuk dapat dikelola dan dimanfaatkan oleh Dinas Pariwisata Banda Aceh,” kata Drs Muzakir MM, Kasatker BRR Pemberdayaan Ekonomi dan Pengembangan Usaha Wilayah I, Kamis 24 Juli 2008, yang ditemui Rajapost di kantornya.  

            Penyerahan kedua aset tersebut diterima Sekretaris Daerah Kota Banda Aceh T Saifuddin TA M.SI, dan diketahui Wakil Walikota Banda Aceh, Illiza Saaduddin Djamal dan Kepala Distrik Banda Aceh  Kantor Perwakilan Wilayah I, M Iqbal Bharata.

            Dikatakan Muzakir, pembangunan kedua proyek tersebut diharapkan dapat memberikan efek positif untuk menghidupkan perekonomian masyarakat sekitar, hususnya para pedagang makanan dan minuman ringan. “Prinsipnya pembangunan ini bermanfaat untuk masyarakat. Efeknya harus menetes ke masyarakat, terutama untuk meningkatkan perekonomian mereka,” katanya.

            Sementara itu Wakil Walikota Banda Aceh, Illiza Saaduddin Djamal yang ditemui Rajapost mengaku masih perlu dilakukan pembahasan dengan leading sector untuk membicarakan siapa ang akan mengelola aset tersebut nantinya. “Apakah akan dikelola koperasi, misalnya, atau langsung oleh Pemko,” katanya.

            Sebagai sarana untuk memperindah kota, tambah Illiza, lokasi ersebut juga harus ditata dengan baik dan harus bersih. Untuk itu dia mengingatkan para pedagang yang berusaha di kawasan tersebut, baik di Lamnyong, Kuta Alam aau Kedah dapat menjaga kebersihan dan keindahan kawasan wisata ini.

            Illiza menjanjikan akan menambah berbagai fasilitas untuk melengkapi fasilitas yang sudah ada. Diantaranya boat (perahu) wisata, yang sudah ada, bantuan dari BRR sebanyak dua unit, yang belum dioperasikan. Menurutnya, kedua perahu ini akan diuji coba penggunaannya pada Agustus mendatang.

            “Kita juga akan membuka peluang seluas-luasnya untuk para investor masuk dan mengelola kawasan wisata ini. Khususnya untuk kuliner dan fasilitas wisata airnya,” kata Illiza, menutup pembicaraan.

            Sayangnya, dari tiga lokasi yang telah selesai dibangun dan telah diserahkan ke Pemko Banda Aceh, baru kawasan Kuta Alam dan Plasa Kuliner Lamnyong yang beroperasi. Sementara kawasan Kedah masih belum dimanfaatkan dan masih kosong sama sekali.

            Diharapkan Pemko Banda Aceh serta para pedagang makanan ini dapat memanfaatkan kawasan-kawasan wisata ini, agar proyek yang dibangun dengan dana miliaran ersebut tidak terbengkalai begitu saja.

                                                                        *****

           

home

TRILOGI

 

 

Tsunami-Mengenang yang Terkasih, Widya dan Aditya

Tulisan mengenang tragedi tsunami yang meluluhlantakkan Aceh 26 Desember 2004 lalu. Kisahku yang harus terpisah dengan kedua anakku terkasih, serta sepupuku yang manis.

 

 

I. PERJUANGAN MENYELAMATKAN SELEMBAR NYAWA Baca lebih lanjut

Tiga Tahun Bencana Nasional di Aceh

Oleh ariefara 

Minggu 26 Desember 2004, cuaca di langit lumayan bersahabat. Langit pagi terlihat teduh, meski matahari sudah memancarkan sinarnya. Tidak ada tanda-tanda alam yang melahirkan rasa curiga.            

Pukul delapan lewat lima menit pagi, bumi yang tenang tiba-tiba berguncang dengan keras Ketenangan pagi berubah menjadi kepanikan yang luar biasa. Gempa beberapa menit tersebut membuat sebagian besar warga ketakuan. Belum lagi banyaknya bangunan yang rubuh, terutama di pusat kota Banda Aceh. Baca lebih lanjut